Search Hotels

Check-in Date

calendar

Check-out Date

calendar

Monday 17 June 2013

Coto Makassar

Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Makassar memiliki banyak hal yang banyak dikenal oleh masyarakat luas. Salah satunya adalah kulinernya. Kuliner khas Makassar yang paling mudah ditemui adalah Coto Makassar. Kuliner khas yang satu ini bukan hanya terdapat di Makassar saja, namun hampir di seluruh penjuru Indonesia juga bisa ditemukan. Tetapi tetap saja, akan lebih nikmat jika kamu mencicipi Coto Makassar langsung dari kota asalnya, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Coto Makassar atau yang kadang disebut dengan nama Coto Mangkasara merupakan kuliner khas kebanggaan masyarakat Makassar karena makanan ini menjadi salah satu menu di maskapai Garuda Indonesia dengan rute tujuan domestik dari dan ke Makassar. Bagi yang belum pernah mencicipi tentu penasaran dengan rasanya dan bagi yang sudah pernah mencicipinya pasti akan ketagihan dan akan selalu rindu untuk mencicipinya kembali. Makanan khas yang satu ini memang bisa menggugah selera bagi siapa saja.

Makanan berkuah khas Makassar ini terbuat dari rebusan daging dan jeroan sapi, seperti babat, paru, dan hati sapi yang direbus hingga empuk kemudian diiris-iris kecil dan dibumbui. Kemudian diberi kuah dengan racikan bumbu rempah-rempah khas dan disajikan dalam mangkuk dengan ditaburi bawang goreng, seledri dan daun bawang. Ketupat atau burasa merupakan padanan yang pas untuk menikmati lezatnya Coto Makassar. Namun jika menginginkan untuk memakan Coto Makassar dengan nasi juga bisa kok. Ditambah dengan jeruk nipis dan sambal tauco akan membuat lidahmu benar-benar bergoyang.

Menurut sejarah, Coto Makassar sudah ada sejak masa Somba Opu yang merupakan pusat Kerajaan Gowa mengalami kejayaan pada tahun 1538 dan menjadi hidangan di kalangan Kerajaan Gowa pada masa silam. Pada masa itu, para pengawal kerajaan pun menjadikan masakan ini sebagai menu makan pagi sebelum menjalankan tugasnya pada pagi hari. Masakan ini juga terpengaruh oleh kuliner China yang diperkirakan masuk pada abad ke-16. Hal ini terlihat dari penggunaan sambal tauco sebagai pelengkap sajian Coto Makassar. Sambal tauco merupakan salah satu dari bagian dari budaya kuliner China yang mempengaruhi kuliner Makassar.

Di Makassar sendiri sudah banyak bertebaran warung-warung yang menjual Coto Makassar dan selalu ramai dipadati oleh pembeli. Warung-warung tersebut banyak yang buka dari pagi hingga malam hari. Penasaran dengan kelezatan Coto Makassar? Jangan lupa untuk mencicipinya saat kamu berada di Makassar ya!

Wednesday 29 May 2013

Tiwul, Icon Makanan Khas Gunung Kidul Yogyakarta

Siapa yang tak kenal singkong? Umbi-umbian yang satu ini sangat terkenal di masyarakat Indonesia. Ada banyak olahan makanan yang berbahan dasar singkong. Sebut saja keripik singkong, singkong goreng, tape, kue singkong hingga makanan modern yang bernama tela-tela yang juga berbahan dasar utama dari singkong. Makanan berbahan dasar singkong memang banyak digemari oleh masyarakat luas namun bukan merupakan makanan pokok. Berbeda dengan masyarakat di daerah Pegunungan Kidul, singkong menjadi makanan pokok mereka sebagai pengganti beras.

Pegununungan Kidul meliputi wilayah Pacitan, Wonogiri dan Gunung Kidul. Di antara ketiga wilayah tersebut, Gunung Kidul lah yang terkenal memiliki makanan pokok dari singkong yang disebut dengan nama tiwul. Bahkan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah memiliki sebuah perusahaan yang memproduksi tiwul instan dan telah dikenal oleh berbagai kalangan karena produk tiwul instan ini juga telah masuk ke dalam pangsa pasar modern.

Pada masa penjajahan Jepang, tiwul sempat menjadi makanan pokok bagi sebagian penduduk Indonesia. Tiwul berasal dari singkong yang terlebih dahulu dibuat menjadi gaplek. Proses pengolahan singkong menjadi gaplek terbilang sangat mudah. Caranya, umbi singkong yang telah dikupas kemudian dijemur di bawah terik matahari hingga kering. Gaplek tersebut kemudian ditumbuk hingga menjadi tepung gaplek. Tepung gaplek ini jika dikukus akan menghasilkan sebuah makanan yang dikenal dengan nama tiwul.

Tepung gaplek memiliki daya tahan penyimpanan yang lebih lama dibandingkan dengan singkong utuh. Tepung gaplek yang telah diolah menjadi tiwul memiliki kandungan kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan beras namun kandungan kalori tersebut sudah cukup memenuhi untuk kebutuhan per orang. Selain itu, tiwul dipercaya dapat mencegah penyakit maag.

Saat ini, keberadaan tiwul di perkotaan hanya bisa dijumpai di beberapa pasar tradisional. Terdapat dua jenis tiwul yang dijual di pasar-pasar tradisional tersebut: tiwul gurih dan tiwul manis. Tiwul gurih hanya berupa tiwul dengan parutan kelapag. Sedangkan tiwul manis berupa tiwul yang ada gulanya. Tiwul tersebut biasanya dibungkus dengan daun pisang. Dengan Rp. 1.000 pun kamu sudah bisa membawa satu bungkus tiwul dari pasar tradisional.

Para penjual tiwul di berbagai pasar tradisional di Yogyakarta biasanya menyandingkan tiwul dengan makanan yang terbuat dari singkong lainnya. Makanan tersebut bernama gatot. Orang-orang biasanya membeli gatot tiwul dalam satu bungkus.

Gatot sendiri terbuat dari singkong yang telah dipotong-potong pipih dan dikeringkan kemudian dikukus. Gatot ini biasanya ditambahkan dengan gula pada proses pengolahannya sehingga gatot memiliki rasa yang manis. 

Selain murah, gatot tiwul bisa menjadi alternatif camilan, sarapan pagi atau bahkan sebagai teman minum kopi di pagi hari saat kamu berada di Yogyakarta. Penasaran bagaimana rasa gatot tiwul khas Yogyakarta ini? Segera rencanakan liburanmu kali ini untuk datang ke Yogyakarta ya!

Friday 26 April 2013

Mie Titi, Kriuknya Kuliner Makassar

Yang pernah ke Makassar pasti tau Mie Titi. Makanan berbahan dasar mie ini banyak dicari orang ketika berada di Makassar. Mie Titi memang merupakah salah satu kuliner favorit di Makassar.

Cerita punya cerita, ternyata Mie Titi ini awalnya dibuat oleh Ang Kho Tjao yang merupakan seorang warga keturunan Makassar yang tinggal di Makassar. Ang Kho Tjao kemudian mewariskan resep kuliner ini kepada ketiga anaknya dan menjadikan Mie Titi mulai terkenal sejak tahun 1970-an.

Mie Titi ini berupa mie kering mirip seperti ifumie, hanya saja Mie Titi menggunakan mie yang lebih tipis daripada mie yang digunakan untuk membuat ifumie. Mie Titi biasanya dimakan dengan cara disiram kuah kental. Kuah kental ini berisi sayuran, udang, ayam, bakso, jamur dan cumi. Sekilas nampak seperti capcay. Akan lebih terasa nikmat bila ditambah dengan perasan jeruk nipis.

Kriuk mie keringnya berpadu dengan nikmat kuah kentalnya dijamin akan membuat lidah tak akan berhenti bergoyang. Apalagi jika disajikan dalam keadaan panas. Asap yang mengepul dengan aroma sedapnya bakal memanjakan lidah. Dan pastinya akan membuatmu ketagihan.

Di Makassar, Mie Titi dapat dengan mudah ditemukan karena sudah banyak yang menjualnya. Kuliner yang satu ini biasanya dijual dengan harga Rp. 20.000/porsi. Harga tersebut sepadan dengan kelezatan yang bakal kamu rasakan saat menyantapnya. Porsinya pun banyak dan bakal membuatmu kenyang. Cicipi lezatnya Mie Titi saat kamu berada di Makassar karena dijamin kamu tidak akan menyesal untuk mencoba kuliner yang satu ini. Kriuk!


Sunday 14 April 2013

Jenang Gempol, Kuliner Tradisional Khas Yogyakarta


Tentunya sudah banyak yang mengenal pizza, hamburger, spaghetti dan makanan lainnya yang notabene merupakan makanan produk luar negeri. Bahkan anak-anak kecil jaman sekarang pun sudah mengenal bahkan terbiasa memakannya. Maka tak mengherankan jika makanan tradisional yang dahulunya mempunyai banyak penggemar, kini sudah mulai tenggelam. Jangankan melihatnya, menyebut atau mendengar namanya saja mungkin sudah lupa seperti makanan tradisional yang satu ini, jenang gempol.

Mungkin banyak yang bertanya-tanya, apa itu jenang gempol? Semacam dodol atau bubur kah? Jenang gempol merupakan salah satu makanan tradisional dari Yogyakarta yang sudah langka pembuat atau penjualnya. Makanan ini menyerupai bubur sumsum tapi berwarna coklat yang dilengkapi dengan bola-bola kecil dari tepung beras dan dimakan dengan santan. Bubur berwarna coklat inilah yang disebut jenang dan bola-bola tepung berasnya disebut dengan gempol.

Jenang ini juga terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan air, gula jawa dan daun pandan lalu dimasak seperti membuat bubur. Untuk gempolnya sendiri harus melalui beberapa proses hingga menjadi sebesar butiran telur puyuh. Tepung beras yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan gempol dicampur dengan air kapur sirih hingga merata dan agak lengket. Setelah agak lengket, tepung tersebut dikepal jadi satu dan dikukus selama 30 menit. Setelah dikukus, adonan tersebut “digorok” menggunakan gebang, yaitu sejenis pelepah pandan duri yang besar dan telah dikeringkan. Gebang ini juga sudah jarang sekali ditemukan.

Proses “penggorokan” tersebut bertujuan untuk menghancurkan adonan tepung beras yang dikukus tadi. Ketika “digorok” menggunakan gebang maka adonan tadi akan berjatuhan seperti remahan roti. Setelah selesai “digorok”, remahan adonan tersebut “digelindingi” yaitu diambil sedikit-sedikit lalu dibentuk menjadi bulatan dengan tangan. Saat proses ini tidak boleh terlalu ditekan untuk membentuk bulatannya karena akan menyebabkan hasil akhir gempol menjadi keras. Tidak hanya sampai di situ saja, semua bulatan tepung beras tadi dikukus kembali selama 1 jam. Setelah dikukus lalu didinginkan kemudian direndam dalam air garam sebentar agar sedikit merekah dan siap dihidangkan dengan ditambah santan segar yang menghasilkan perpaduan rasa manis dan gurih.

Makanan tradisional ini biasanya dijual Rp. 1.000 per porsi kecil. Namun bisa juga dipesan dengan sejumlah nominal tertentu. Makanan tradisional ini kadang juga hadir sebagai hidangan makanan saat pesta pernikahan secara adat, khususnya adat Jawa di Yogyakarta.

Di Yogyakarta sekarang hanya terdapat beberapa penjual jenang gempol yang masih bertahan untuk memasarkan makanan tradisional ini. Kamu dapat menemukan penjual jenang gempol antara lain di Pasar Sentul dan Pasar Pujokusuman. Di masing-masing pasar tersebut pun hanya ada satu penjualnya. Selain di pasar, ada juga penjual jenang gempol yang menjajakan di pinggir jalan seperti di Jalan Sisingamangaraja atau di Jalan Parangtritis km 1.5. Di antara para penjual jenang gempol tersebut, ada salah satu di antaranya ada yang bisa dipanggil ke rumah untuk mengajarkan cara membuat jenang gempol. Tertarik?

Obyek Wisata

Artikel berikutnya »

Kuliner

Artikel berikutnya »

Akomodasi

Artikel berikutnya »

Seni dan Budaya

Artikel berikutnya »
 
Copyright © www.halowisata.com
Bantul, Yogyakarta, Indonesia
DMCA.com